Ketika terjadi interaksi di media sosial yang terkadang memicu perdebatan dua belah pihak atau lebih, maka terungkaplah kritikan-kritikan yang dilontarkan dalam perdebatan tersebut. Kritikan tersebut tentu diarahkan kepada capres atau cawapres atau pun elit politik tertentu oleh pendukung maupun tim suksesnya. Ada kalanya kritikan atau perdebatan tersebut masih menyangkut ranah umum, berkaitan dengan visi dan misi serta program yang dipaparkan oleh masing-masing capres atau elit politik ataupun timses. Namun, ada kalanya perdebatan tersebut memicu bangkitnya emosional dari pendukung masing-masing sehingga menjadi terkesan kurang bermutu dan bahkan sudah masuk ke ranah pribadi.
Secara umum kampanye hitam dapat diartikan sebagai kegiatan menghina, memfitnah, mengadu domba, menghasut, atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh lawan politik baik ia seorang calon, partai politik, tim sukses atau para pendukung calon elit politik tersebut terhadap lawan mereka. Ini berbeda dengan menyampaikan kritik terhadap visi dan misi atau program calon tertentu; yang tidak tergolong black campaign.
Kalau kita merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dimana dalam pasal 41 UU disebutkan ada beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan dalam kegiatan kampanye. Adapun larangan yang berkaitan dengan kampanye hitam atau black campaign adalah
(1) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain; serta
(2) menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat.
UU pun telah mengatur ancaman terhadap mereka yang melakukan kampanye hitam. Dalam UU Nomor 10 Tahun 2007 pasal 214 disebutkan, mereka yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 dan paling banyak Rp24.000.000,00. Mengingat pidana yang relatif ringan untuk konteks pilpres, tak ayal lagi kampanye hitam pun ditempuh oleh timses demi memenangkan pertarungan politik di kancah pilpres.
Kampanye hitam jelas sangat memancing emosi. Emosional yang tinggi dapat menimbulkan friksi di masyarakat maupun di tingkat elit politik sendiri. Seyogyanya mendukung seorang calon dalam Pilpres alangkah lebih santun jika diarahkan pada sesuatu yang positif. Misalnya menampilkan track record atau rekam jejak calon presiden atau cawapres. Dengan mengungkapkan kinerja atau hasil prestasi yang pernah diraih tentu akan membawa faedah yang lebih baik dari pada lewat nmenghalalkan kampanye hitam. Jika Anda terlibat dalam kampanye hitam pihak lawan calon yang Anda jagokan, bukan tidak mungkin massa mengambang yang Anda harapkan memilih calon pilihan Anda, justru berpikir ulang dan tidak jadi memihak calon Anda.
Dengan perkembangan teknologi informasi dimana media sosial berlomba-lomba menarik perhatian para pengguna, maka tak heran kampanye hitam ini sangat cepat berkembang dan dapat terjadi secara massive dan global.
Sebaliknya kampanye negatif atau negative campaign adalah upaya propaganda yang dilakukan untku menjatuhkan elektabilitas lawan politik dengan memberikan informasi-informasi terkait fakta-fakta berupa hal-hal negatif yang terekam dari riwayat si calon di masa lampau. Fakta-fakta negatif ini mampu mempengaruhi elektabilitas sang calon. Apalagi jika sang calon di masa lampau pernah terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran yang bersifat krusial dan fundamental seperti pelanggaran HAM, korupsi, dan lain-lain.
Demikian sekelumit penjelasan mengenai pengertian kampanye hitam dan kampanye negatif untuk dapat dibedakan. Semoga menambah wawasan kita bersama.
0 komentar:
Posting Komentar